Bantahan untuk Arafat lanjutan*

Penerjemah

Abu ‘Abdirrohman Shiddiq Al-Bugisi

Abu Hatim Abdul Hadi Al-Padangi

بسم الله الحمن الرحيم

Muqoddimah penerjemah

الحمد لله والصلاة والسلام على من لا نبي بعده, أما بعد:

Terkait dengan bantahan terhadap Alimuddin yang hakikatnya mirip dengan beberapa omong kosong ‘Arafat, kami menyempurnakan terjemah bantahan Al-Akh Abu Mus’ab Husain Al-Hajuri Al-Yamani hafizhohulloh ini sebagai penyempurna faidah, sekaligus memotong lisan-lisan kotor yang berkata bahwa “Syaikh Yahya juga punya kesalahan yang beliau tidak taubat darinya”[1].

Padahal Syaikh Yahya hafizhohulloh sendiri mengumandangkan dalam dars umum beliau yang disebar ke mana-mana melalui kaset atau Internet, bahwa beliau meminta siapa saja yang mendapati ketergelinciran ataupun kesalahan beliau baik itu dalam kaset atau dalam kitab agar diberi tahu supaya bisa diperbaiki atau dihapus sebelum beliau meninggal, dan tegaskan jangan seperti ‘Arafat yang bisanya hanya memotong kata sehingga yang benar jadi salah, dan memaksakan kesalahan dengan batil.

Berikut ini bantahan Al-Akh Husain terhadap ‘Arafat sebagaimana pada risalah beliau

الرد على عرفات في ما اقترفه في البيان الفوري من الجهل والخيانة والبتورات

“Bantahan terhadap ‘Arafat tentang apa yang ia lakukan dalam “Al-Bayan Al-Fauri” dari kebodohan, khiyanat, dan pemotongan-pemotongan kata” semoga bermanfaat:

Berkata ‘Arafat: Dan kebanyakan orang-orang yang punya kepentingan-kepetingan pribadi, berupaya untuk merusak dakwah yang berberkah ini, namun upaya mereka sia-sia bagaikan debu yang beterbangan (tertiup angin).

            Aku katakan (Husain): inilah yang sedang kamu tempuh sekarang, akhirnya upayamu-pun beterbangan sebagaimana debu-debu mereka, bahkan kamu melebihi mereka dari sisi kehizbiyyan, adu domba, dan berlagak manis di hadapan siapa yang tidak mengetahui kebobrokan kalian, upaya menghalangi dari khair (kebaikan), dengan cara meneteskan air mata buaya, ‘amalah (orang bayaran untuk merusak dakwah), taakul (menjadikan dakwah sebagai sarana untuk menghasilkan uang, seperti dengan cara minta-minta atau ngemis atas nama dakwah dsb, pent), makar terhadap dakwah, dan sebagainya dari kerendahan dan kehinaan hizbiyyah Iblisiyyah.

            Kata ‘Arafat: Sungguh ahlul haq merasa gundah terhadap uslub yang di tempuh Yahya Al-Hajuri pada fitnah ini dalam menyelesaikan perkara tanpa dilandasi akal, dan tidak pula hilm (kesabaran dan tidak cepat membalas), jalan yang ia tempuh serampangan menyelisihi para ulama salafiyyin.

Bantahannya: Kamu telah dusta, demi Allah, sungguh Syaikh Yahya hafizhohulloh mengingkari fitnah Abul Hasan dari awal mulanya, dan bersabar terhadap gangguan pengikutnya sebagaimana sekarang beliaupun sabar terhadap gangguan kalian, dengan tetap membantah kezaliman dan permusuhan kalian, sesuai dengan apa yang Allah mudahkan bagi beliau dari hujjah dan burhan, demi menjaga dan memelihara kebaikan ini supaya tidak dipermainkan oleh mereka yang kalian tiru sama persis bagaikan bulu anak panah satu sama lain, hasil dari jerih payah Syaikh Yahya tadi membuahkan hasil berupa penjagaan terhadap keselamatan markaz ini dari hizbiyyah, yang disyukuri oleh orang-orang yang berlaku inshaf, dengan hanya mengharap pahalanya di sisi Rabb al-‘izzah, tanpa ngaku-ngaku telah berada pada taraf kesempurnaan dan tidak pula ‘ishmah (terjaga dari kesalahan) dalam mengamalkan amalan tadi dan selainnya.

Ucapanmu ini sama dengan orang yang menyifati dirinya dengan ucapannya:

قد كنت شيعيا لدودا لا أرى**للسنة الغراء قدرا ظاهرا

            “Sungguh aku itu dulunya Syi’i yang sangat durhaka aku sama sekali tidak melihat kadar sunnah yang mulia.”

Sebagaimana madzhab Syi’ah membutakan matanya, demikian pula tahazzub dan hasad membutakan mata-mata kalian.

Kami tidak pingin kalian menganggap kadar beliau, tidak pula keutamaannya. Selamat dari kejelekan kalian itu adalah ganimah (keberuntungan), akan tetapi kami katakan:

أقلوا عليهم لا أبا لأبيكم**من اللوم أو سدوا المكان الذي سدوا

            “Kurangi celaan terhadap mereka –ayahmu tak punya ayah[2]– atau cobalah kalian tutup tempat yang mereka tutup.”

            Kata ‘Arafat: Terbitlah dari markaz ini dua kaset tentang fitnah tadi yang dipenuhi dengan celaan, cercaan, syi’ir-syi’ir ejekan, dan olok-olok dan pelecehan yang tertolak di sisi orang yang berakal, terlebih lagi di sisi orang-orang mulia dan ulama.

            Bantahan: Bahkan yang benar adalah kaset-kaset tadi dipenuhi dengan bantahan terhadap pemotongan-pemotongan kalimat dan kedustaan-kedustaan mereka yang kamu curi wahai ‘Arafat tanpa engkau menunjukkan kepada kami siapakah orang yang memberimu faidah (kebatilan) tersebut. Dibantah dengan ayat-ayat al-qur’an dan hadits-hadits untuk menolak ucapan-ucapan omong kosong hizbiyyin, dengan sedikit kasar, masuk dalam bab perkataan Allah ta’ala:

﴿وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا﴾ [الشورى:40].

“Dan balasan kejelekan adalah kejelekan semisalnya” [Asy-Syuro: 40]. Dan PerkataanNya:

﴿وَلَمَنِ انتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِ فَأُوْلَئِكَ مَا عَلَيْهِمْ مِنْ سَبِيلٍ﴾ [الشورى:41].

“Dan sesungguhnya barangsiapa yang membela diri setelah dizalimi maka tiada bagi mereka celaan dan dosa.” [Asy-Syuro: 41].

            Kata ‘Arafat: Sebagai penguat terhadap kenyataan ini dan masuk dalam bab (tidaklah mengakui keutamaan pemilik keutamaan kecuali pemilik keutamaan juga) bahwa para masyayikh Yaman yang utama telah bangkit menjelaskan usul-usul yang Abul Hasan tebarkan guna menghantam ahlul haq dengan permintaan Syaikh Rabi, dan mereka tidak minta ke Yahya Al-Hajuri, karena yang tidak punya tentu tidak mampu memberi.

Bantahan:  Di awal fitnah Abul Hasan, pernah diadakan pertemuan di Shan’a yang mengandung tuntutan disebabkan pengingkaran Syaikh Yahya Al-Hajuri terhadap Abul Hasan, ketika itu juga Syaikh Yahya bangkit menjelaskan perkara-perkara yang beliau kritik terhadap Abul Hasan yang beliau ketahui, dan beliau ingkari atasnya, di kemudian hari sebagian mereka berkata (yaitu dari para masyayikh): “Kalau saja dulu kita menolong syaikh Yahya sejak di awal fitnah ini”. Ya ‘Arafat masihkah ada rasa malumu dari kedustaan dan perkataan tanpa ilmu?!

Kata ‘Arafat: Manakala orang-orang terpandang mendiamkan (tidak mengingkari) uslub Al-Hajuri yang buruk dan dipenuhi dengan kekerasan dan berlebihan terhadap siapa yang menyelisihinya, timbullah dampak dan buahnya yang buruk terhadap ahlus sunnah, diapun melontarkan kata-kata yang tak selayaknya, bahkan tidak boleh di ucapkan berdasarkan syari’at.

Bantahannya: Pada asalnya ketika membantah itu dengan rifq (lemah lembut) berdasarkan dalil-dalilnya tentang keutamaannya yang telah diketahui bersama, akan tetapi bersikap keras terhadap ahlul ahwa dan orang-orang dengki pengobar fitan disebabkan keburukan omongan-omongan dan ulah-ulah mereka itu merupakan perkara yang terpuji berdasarkan syari’at, Allah ta’ala berkata:

﴿وَلَمَنِ انتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِ فَأُوْلَئِكَ مَا عَلَيْهِمْ مِنْ سَبِيلٍ﴾ [الشورى:41].

“Dan sesungguhnya barangsiapa yang membela diri setelah dizalimi maka tiada bagi mereka celaan dan dosa.” [Asy-Syuro: 41].

Dan berkata:

{لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ } [النساء: 148]

“Allah tidak menyukai Ucapan buruk, (dari ucapan) dengan terang-terangan kecuali oleh orang yang dizalimi.” [An-Nisa’:148].

Dan apa-apa yang diucapkan Syaikh Yahya hafizhohulloh terhadap para perusuh dakwah ini, insya Allah tidak keluar dari ini, orang-orang yang bijak tahu ini, adapun kamu hizbi yang dengki ucapanmu ini tidak ada nilainya.

            Arafat berkata: Manakala para ulama telah jatuh di mata al-hajuri –terutama di Yaman- yang dikepalai oleh Syaikh Al-Fadhil Muhammad Al-Wushabi, akhirnya Hajuri terpaksa mengangkat beberapa orang sebagai ulama supaya menopangnya di atas kebatilannya, dibilang masyayikh markaz! masyayikh markaz –katanya- selevel murid-murid Syaikh Fadhil Muhammad Al-Wushabi hafizhohulloh.

Siapa kiranya yang akan terima ini? Orang berakal mana –terlebih lagi seorang ulama- yang akan mendukung kritikan tersebut yang dikenyangkan dengan sikap ghuluw dan mengolok-olok?

Bukankah ini adalah jalan yang ditempuh Abul Hasan dalam menjatuhkan para ulama sunnah, dan sebaliknya dia merekomendasi penuntut ilmu kecil karena mereka mengetahui apa yang ulama tidak ketahui –katanya-!

Bantahannya: Membantah kesalahan adalah perkara syar’i, sementara kalian adalah penjilat, bertingkah baik dan berlagak di depan para masyayikh dengan tujuan memperluas lingkaran fitnah dan perselisihan, bail itu di Yaman, Hijaz, Najd, dan selainnya, ini sudah menjadi barang dagangan kalian, ditambah dengan kerakusan kalian terhadap harta dunia yang fana, karena itulah urusan kalian sebagaimana yang kalian lihat sendiri dari penyimpangan dan tidak berberkah. Adapun Syaikh Yahya dan saudara-saudaranya di markaz telah menjelaskan dengan apa yang mereka ketahui tentang fitnah ini, dan mereka (orang-orang terfitnah) adalah murid-muridnya, dan beliau tahu mereka, maka beliau mengitsbatkan penyimpangan-penyimpangan mereka yanng beliau lihat sendiri dan selain beliau dengan mata kepala, dan siapa yang tahu adalah hujjah bagi siapa yang tidak tahu. Dari situ apabila terbit ucapan atau penjelasan yang yang menyelisihi apa yang kami sentuh, lihat dan rasakan dari pahitnya hizbiyyah dan fitnah kalian, kita bantah dengan bukti dan kami salahkan pengucapnya tentang hal tadi, sebagaimana para salaf membantah orang yang salah apapun bentuk kesalahan tersebut, barangsiapa yang menggunakan kata-kata kasar dan merendahkan kebaikan ini ia juga dihinakan, dan barangsiapa yang berlemah lembut (dalam ucapannya) pada hakikatnya dia berlemah lembut terhadap dirinya, (kamu sekalian keturunan Adam dan asal Adam dari tanah) dan ahlul haq punya hak berbicara.

Arafat berkata: Hajuri terpaksa mengangkat beberapa orang sebagai ulama supaya menopangnya di atas kebatilannya, dibilang masyayikh markaz!

Bantahannya: Masyayikh tersebut disebabkan keilmuan mereka, adapun kamu dan semisalmu tidaklah pantas dengan gelar ini, karena kalian hanyalah orang-orang yang melakukan rihlah demi menuntut kehidupan, ditambah lagi fitnah yang kalian kobarkan, mengapa kamu mengatakan gelar ini ghuluw sebagaimana ghuluwmu pada risalahmu hal 34 kamu katakan “Asy-Syaikh Hani, dan Asy-Syaikh Mushthofa Mubram, ‘Ubaid berkata menyifatimu di muqoddimahnya yang jahat: Asy-Syaikh ‘Arafat??!!.

Apakah yang jadi hizbi dari kalian adalah Syaikh! Adapun yang berada di atas kebaikan, ilmu dan sunnah dan tidak bersama kalian bukan Syaikh, tak layak dengan gelar ini?!!

Kemudian mana ilmu kalian? Mana kitab-kitab kalian? Mana dakwah kalian? Adapun mereka (Masyayikh yang bersama Syaikh Yahya) mereka punya banyak kitab (karya tulis), dan punya dakwah sunniyyah yang bermanfaat,

{ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ } [الجمعة: 4]

“Demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang Ia kehendaki, dan Allah itu mempunyai karunia yang besar.” [Al-Jumu’ah: 4].

‘Arafat berkata: Orang yang melihat sebagian situs internet akan tercengang dengan kesalahan-kesalahan orang ini….

            Bantahannya: ini bukti tentang apa yang telah kukatakan sebelumnya bahwasanya ‘Arafat mengambil dari situs Al-Atsari dan semacamnya… dan jiwa-jiwa adalah tentara yang saling mengenal…dan barangsiapa yang menjadikan burung gagak sebagai penuntun jalan *** ia akan menuntunnya kepada bangkai anjing.

Syaikh Rabi’ hafizhohulloh dan selain beliau (dari Ulama) tidak selamat dari kebohongan Situs Al-Atsari dan semacamnya, maka wajib membantahnya bukan malah bersatu dengan situs tadi dan semacamnya dari orang-orang dengki para pengobar fitnah terhadap dakwah salafiyyah, dan senang dengan larisnya apa yang mereka gembar-gemborkan.

‘Arafat berkata: Betapa banyak ulama yang tersakiti dengan celaan Al-Hajuri terhadap mereka.

Bantahannya: Apakah yang mencela kalian karena kehizbiyan kalian berarti telah mencela Ulama?! Ini termasuk kedustaan dan pengkaburan kalian yang besar, karena demi Allah Syaikh Yahya sungguh sangat memuliakan ulama, kutantang kamu datangkan satu ulama yang dicela oleh Syaikh Yahya dengan batil, ini hanyalah ucapan ikhwanul muslimin dan semisalnya bahwasanya ahlus sunnah mencela ulama, dan mereka menganggap bahwasanya barangsiapa yang mencela disebabkan hizbiyyah dan fitnah mereka berarti dia adalah pencela ulama, ucapan mereka ini tidak laku di sisi orang yang mengerti permasalahan jarh para penyelisih dengan haq, kitab-kitab jah wat ta’dil penuh dengan hal tadi, ya ‘Arafat saya mohon kepada Allah semoga memahamkanmu al-haq.

‘Arafat berkata: Bantahan ini  ditambah sekelompok ulama…di antara mereka ada yang suka dan minta supaya disebar.

Bantahannya: sebutkan nama-nama rijal kalian?! Tanpa diragukan lagi  rijal kalian paling-paling ‘Ubaid Al-Jabiri sabt Hizbiyyah jadidah dia yang terdepan, atau al-wushabi al-maftun, atau orang yang telah jelah fitnah mereka.

Perkara kedua cukuplah bagimu di sini bahwa panutanmu adalah Iblis, di Shahih Muslim dari hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam berkata:

«إن الشيطان قد أيس أن يعبده المصلون في جزيرة العرب ولكن في التحريش بينهم».

 “Sesungguhnya Syaithan telah putus asa membuat orang-orang yang menegakkan shalat di pulau Arab menyembahnya, namun dia terus berupaya (belum putus asa) mengadu domba di antara mereka”.

Dan cukuplah bagi kalian kehinaan di sini bahwasanya kalian adalah qottatun (nammmam tukang adu domba) kalian menukilkan kalam dengan tujuan merusak hubungan antar ulama sunnah, lihatlah bagaimana kamu sampai ke keadaan ini, hingga kemungkaran di  sisimu berbalik menjadi ma’ruf kamu malah berbangga dengannya.

‘Arafat berkata: Usul Kelima:

Al-Hajuri terjatuh pada salah satu ucapan qadariyyah dan mu’tazilah, dimana termasuk dari usul mereka bahwasanya pencari kebenaran dengan mencurahkan kemampuannya labud (pasti dia dapat), Al-Hajuripun menetapkannya, Al-Hajuri berkata di Syarahnya terhadap ‘Aqidah Al-Wasithiyyah (142): (Apa yang timbul dari ahlul ahwa dari penyimpangan itu disebabkan kurangnya di sisi mereka upaya mencari kebenaran dan mendapatkannya, padahal barang siapa yang mencari kebenaran ia akan dapat).

Bantahannya: Bandingkan antara kalam syaikh Yahya yang jelas lagi bagus, tidak ada padanya labud (pasti dia dapat) yang di ada-adakan oleh ‘Arafat, yang berarti ilzam (mesti atau pasti), hanya saja salah satu sebab didapatinya al-haq adalah dengan mencarinya, dan ucapan ini didukung oleh adillah (dalil-dalil), dan menisbatkan keutamaan, nikmah, dan taufiq kepada Allah ta’ala, inilah nash kalam beliau: (( dalam tafsir perkataan Allah ‘azza wa jalla (الحي القيوم)  dan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: قيوم السموات والأرض» mereka katakan maknanya adalah Allah berdiri sendiri dan memberi selainNya kemampuan untuk berdiri, memberdirikan selainNya dan menciptakan selainNya, dan Dia tidak butuh dengan sesuatu apapun.

{ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ } [الشورى: 11]

“Tidak ada sesuatupun yang serupa denganNya, dan Dia itu As-Sami’i (Maha mendengar) lagi Al-Bashir (maha melihat). [Asy-Syura: 11].

Dan sebagaimana Syaikhul Islam rahimahullah katakan: Sesungguhnya prasangka-prasangka yang tidak benar dialah yang menggiring sebagian manusia kepada takwil atau ta’thil, seandainya mereka diberi hidayah untuk menjamak antara kedua perkara berdasarkan perkataan Allah ‘azza wa jalla:

 { لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ } [الشورى: 11]

“Tidak ada sesuatupun yang serupa denganNya, dan Dia itu As-Sami’i (Maha mendengar) lagi Al-Bashir (maha melihat). [Asy-Syura: 11].

Peniadaan dan penetapan (nafi dan itsbat), seandainya mereka diberi taufiq, niscaya mereka selamat dari ketergelinciran dan kesalahan, akan tetapi yang mendapat hidayah kepada kebenaran adalah orang yang menuntut dan mencari kebenaran tersebut.

{ وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ } [محمد: 17]

“Dan orang-orang yang mau menerima hidayah, Allah menambah hidayah dan ketaqwaan kepada mereka”

{وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى } [مريم: 76]

.

“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mau menerima petunjuk.” [Maryam: 76].

((barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan mudahkan dengan upayanya itu baginya jalan menuju jannah)), ditempuh secara zahir dan batin, semua itu ia temouh dengan maksud mencari jalan kebenaran, jalan ilmu yang bemanfaat, Allah mudahkan baginya jalan menuju jannah dengan hidayah, dan taufiq terhadap ilmu dan amal itu,

{ إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُمْ بِإِيمَانِهِمْ } [يونس: 9]

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, Rabb mereka akan beri mereka hidayah disebabkan keimanan mereka.” [Yunus: 9)

{ وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى } [طه: 82]

“Dan sungguh Aku ghaffar (Maha Pengampun) bagi siapa yang taubat, beriman dan beramal shalih kemudian tetap di atas hidayah.”

﴿إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ * اهْدِنَا الصِّرَاطَ المُسْتَقِيمَ * صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ المَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلا الضَّالِّينَ﴾ [الفاتحة:5-7]

“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan, Tunjukilah kami  jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan (jalan) orang-orang  yang dimurkai dan bukan (pula jalan) orang-orang yang sesat.” [Al-Fatihah; 5-7].

«من تقرب إليّ شبرًا تقربت إليه ذراعًا، ومن تقرب إليّ ذراعًا تقربت إليه باعًا، ومن أتاني يمشي أتيته هرولة»

Di hadits qudsi: “Barangsiapa yang mendekat kepadaku sejengkal, saya akan mendekat kepadanya sehasta, dan barangsiapa yang mendekat kepadaKu sehasta saya akan mendekat kepadanya sedepa, dan barangsiapa yang mendatangiku berjalan saya akan datangi dia dengan jalan cepat (antara lari dan jalan)”.

Allah ta’ala berkata:

{ أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لَأُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأُدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ } [آل عمران: 195]

“Sesungguhnya Aku tidak akan menyia-nyiakan amalan orang-orang yang beramal di antara kalian, dari kalangan  laki-laki atau perempuan, sebagian kalian adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalanKu, yang berperang dan yang dibunuh, sungguh Aku akan hapus kesalahan-kesalahan mereka dan Ku masukkan mereka ke dalam jannah yang mengalir sungai-sungai di bawahnya.” [Ali-‘Imran: 195].

{ وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ } [العنكبوت: 69]

“Dan orang-orang yang berjihad (mencurahkan kemampuannya) untuk mencari (keridhaan) Kami, benar-benar Kami akan tunjuki mereka kepada jalan-jalan (hidayah) Kami, dan sungguh Allah bersama orang-orang yang berbuat kebaikan.” [Al-‘Ankabut: 69].

((Apa yang menimpa ahlul ahwa dari ketergelinciran dan kesalahan itu disebabkan kurangnya di sisi mereka upaya mencari kebenaran, dan usaha untuk mendapatkannya, padahal barangsiapa yang mencari kebenaran dia akan dapat))

{ وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ } [غافر: 60]

“Dan Robbmu berkata: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku akan perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku, akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. [Ghafir: 60].

Salman radhiyallahu ‘anhu dulu majusi penyembah api, ia cari kebenaran, pindah-pindah dari agama ke agama lain sampai Allah tunjuki ia kepada Islam dan meninggal sebagai sahabat, termasuk dari sahabat Rasulullah shallallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, Nabi shallallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

«لو كان الإيمان في الثريا لناله رجال من فارس»

“Kalau saja Iman itu ada di tsurayya benar-benar akan diraih oleh orang-orang Faris” dan yang paling pertama masuk dari mereka –tentunya- Salman radhiyallahu’anhu.-selesai-

Lihatlah wahai pembaca –semoga Allah memberimu taufiq- kepada pemalsuan ‘Arafat, dan pemotongan yang ia lakukan terhadap kalam, Allahpun membongkar dan membuka kedoknya, ada juga kalam Syaikhul Islam tidak mengapa ana sebutkan sebagai faidah:

Beliau rahimahullah berkata di ’Aqidah Al-Wasithiyyah: Barangsiapa yang mentadabburi Al-Qur’an dengan tujuan mencari hidayah darinya, akan jelas baginya jalan kebenaran.

Dan berkata rahimahullah: sebagaimana di Jami’ Ar-Rosail (241): Apabila seseorang diperintahkan untuk menuntut ilmu yang ia butuhkan sesuai kemampuannya, dan ia kalau tidak dapat ilmu yakin, diketahui ia tidak dapat ilmu (yang hakiki), maka dia diperintahkan untuk menuntut dan mengerahkan kemampuannya, kalau ia tinggalkan apa yang ia diperintahkan dengannya maka ia berhak dicela dan diazab karena itu, kalau telah jelas baginya kebenaran, dan mengetahuinya dan memahami bahwasanya dia dulu itu bodoh tentang hal tadi, meyakini selain kebenaran, maka dia telah tobat dengan makna dia taroju’ dari kebatilan kepada kebenaran, meskipun Allah telah memaafkan apa yang ia taroju’ darinya karena ketidak mampuannya ketika itu, dan diapun sudah taubat dari apa yang timbul darinya pertama (dari kekurangannya dalam mencari kebenaran, karena kebanyakan dari kesalahan anak Adam di sebabkan kekurangan mereka dalam mencari al-haq bukan dari ketidakmampuannya sama sekali). Di antara dua tanda kurung inilah yang dimaksud dari kalam ibnu Taimiyyah rahimahullah yang mencocoki kalam Syaikh Yahya hafizhohulloh.

            ‘Arafat berkata: pokok ke sembilan pendapat membawa ucapan global kepada ucapan rinci.

Al-Hajuri berkata sebagaimana di kitabnya “Al-Kanzu Ats-tsamin” (4/461) pertanyaan: Apakah dibawa ucapan seorang ‘alim yang global kepada ucapannya yang rinci?

Jawabannya: Apabila asal alim tersebut adalah sunnah dan membela sunnah, kemudian didapati darinya ucapan di beberapa sumber menyelisihi aqidahnya, maka ucapannya ini yang menyelisihi aqidahnya yang benar jelas di arahkan kepada aqidahnya yang benar, karena kita berprasangka baik padanya dan yang kami ketahui tentangnya adalah kebaikan, apabila masih hidup maka didebat (dijelaskan kesalahan ucapannya) dan kalau ia telah meninggal kembali kepada yang telah ma’ruf (diketahui) dari usul-usul aqidahnya, walhamdulillah.

Kukatakan: Beliau berkata pada kalamnya ini “apabila masih hidup maka didebat (dijelaskan kesalahan ucapannya) dan kalau ia telah meninggal kembali kepada yang telah ma’ruf (diketahui) dari usul-usul aqidahnya”, karena ada kemungkinan kalimat tersebut dimasukkan ke dalam kalamnya (yang bukan dari kalamnya yang biasanya dilakukan oleh zanadiqoh yang hendak merusak islam -pent), sebagaimana telah banyak terjadi penambahan dan perubahan terhadap kalam-kalam para Imam di kitab-kitab mereka, dan pada penukilan ucapan mereka, adapun kalau terjadi kesalahan dari imam tersebut maka kesalahannya dibantah, hanya saja karena ada kemungkinan kalam tersebut ditambah yang bukan dari ucapannya, dan kalam ini benar. Bahkan beliau termasuk dari orang yang mengingkari orang yang mengatakan supaya membawa ucapan global kepada ucapan rinci, dari kalam orang yang tidak ma’shum.

Dan kelengkapan kalam beliau dari kaset tersebut, apabila kamu kembali mendengar kaset yang judulnya tertulis pada catatan kaki, niscaya kamu akan dapati bahwasanya padanya ucapan (Syaikh Yahya):…(kesimpulannya bahwa seorang manusia terkadang tersalah dengan suatu kata sementara dia pada asalnya adalah ahlus sunnah, atau lidahnya tergelincir sementara maksudnya bukan itu, dan apabila diingatkan iapun tersadar, dan berkata yang saya maksudkan itu, atau kalau sudah berlalu maka ia berkata: saya taroju’ dari ucapan tersebut, atau yang semisalnya, apabila telah terjadi darinya perkara yang telah lewat penyebutannya sementara dia pada asalnya dari kalangan ahlus sunnah maka dibawa ke penafsiran sunnah, dan kalau ia masih hidup diingatkan…kalau telah dijelaskan kepadanya al-haq kemudian dia tetap keras kepala atas kesalahannya itu maka di tahdzir dari kebatilan tersebut, kebatilan tidaklah diperlukan dalam agama kita, kalau ia masih saja bersikukuh atas kesalahan tadi diingatkan juga, inilah kesimpulannya, dan kalau ia sudah meninggal maka kebatilan tersebut tidak diterima, kebatilan tidak diterima, tertolak atas pengucapnya….).-selesai- dari kaset yang tersebut di “Al-Kanzu Ats-Tsamin” dibawah catatan kaki.

Maka apa yang kamu nukilkan di sini dari kalam Syaikh Rabi Al-Madkhali hafizhohulloh, tidaklah diselisihi oleh Syaikh Yahya hafizhohulloh, bahkan beliau menyetujui beliau, dan mengkritik Abul Hasan sebagaimana Syaikh Rabi’ (mengkritiknya pada permasalahan ini) dulu dan sekarang, dan kaset-kaset beliau (Syaikh Yahya) penuh dengan itu, dan kebanyakan kalian -kalau kamu tidak termasuk dari mereka- telah dengar kritikan beliau terhadap Abil Hasan pada usul ini, namun upaya mengada-ngadakan prinsip yang diselisihi Al-Hajury menyeret kalian untuk menutup-nutupi hal itu, semoga Allah memerangi kalian, bagaimana bisa kalian dipalingkan (dari kebenaran)?!

Syaikh Rabi’ hafizhohulloh berkata pada jawaban beliau terhadap soal: “Apakah disyaratkan dalam memvonis siapa yang tergelincir ke dalam satu bid’ah atau lebih sebagai ahlul bid’ah (harus) ditegakkan atasnya hujjah ataukah tidak mesti? Beliau menjawab yang di antara jawabannya adalah: bagian ketiga: Apabila yang terjatuh ke dalam bid’ah adalah dari kalangan ahlus sunnah dan dikenal sebagai pencari kebenaran dengan sungguh-sungguh kemudian jatuh dalam suatu bid’ah yang samar, maka apabila ia telah meninggal dunia maka tidak boleh menghukuminya sebagai mubtadi’ bahkan di sebut dengan kebaikan, dan apabila ia masih hidup maka dinasihati dan dijelaskan kepadanya al-haq dan tidak segera dihukumi mubtadi’, apabila ia tetap bersikeras baru divonis mubtadi’.

Berkata Syaikhul islam: ((kebanyakan para mujtahid dari kalangan salaf dan setelah mereka telah mengatakan dan melakukan perkara yang pada hakikatnya perkara itu adalah bid’ah namun mereka tidak tahu bahwa perkara tesebut adalah bid’ah, bisa jadi itu disebabkan (mengamalkan) hadits lemah yang mereka kira hadits itu shahih, ataukah disebabkan salah memahami ayat, atau disebabkan mereka berpendapat pada suatu masalah (yang menyelisihi dalil dan kebenaran) sementara dalam masalah tersebut ada dalil yang belum sampai kepada mereka. Dan selama seseorang itu senantiasa bertakwa dan menta’ati Rabbnya dengan segenap kemampuannya ia masuk dalam perkataanNya:

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا [البقرة/286]

“Ya Rabb kami janganlah Engkau hukum kami apabila kami lupa atau tersalah.” [Al-Baqarah: 286].

Dan dalam hadits (Shahih Muslim) Allah berkata: (Aku telah mengabulkan). Dan penjabaran perkara ini ada tempatnya)).

Bagaimanapun itu tidak bisa dimutlakkan syarat harus ditegakkan hujjah (terlebih dahulu) terhadap ahlul bida’ secara umum dan tidak bisa pula menafikan syarat tersebut (secara mutlak) hanya saja sebagaimana yang telah kami sebutkan.-selesai-dan kalam beliau ini dimuat dalam situs beliau hafizhohulloh, ditulis tanggal 24/Ramadhan/1424.

            ‘Arafat berkata: Dan saya palingkan pandangan pembaca bahwasanya Al-Hajuri begitu aneh manakala mencampur aduk permasalahan bid’ah.

Dia menetapkan bahwa lafadz muhdats tidak bermakna kecuali makna bid’ah tercela yang tidak boleh dilakukan, tanpa perincian sebagaimana dalam kitabnya “Al-Jum’ah” (422) kemudian Al-Hajuri membawanya kepada perkara dunia yang tidak ada sangkut pautnya dengan ibadah kemudian menganggapnya sebagai perkara yang muhdats dalam agama, dan ini satu dari keanehan-keanehannya, dalam tahqiq Al-Hajuri terhadap kitab “Wusul Al-Amani” milik Suyuthi (46), ia memasukkan perkara nitsar[3] dengan tata cara yang ma’ruf di sisi orang-orang dewasa ini adalah muhdats, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam nikah dengan sejumlah wanita bersamaan dengan itu tidak dinukil sama sekali bahwasanya beliau melakukan nitsar ketika berakad dengan salah seorang dari mereka, demikian sahabat-sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari ini, dan saya lihat bahwa tidak satu haditspun yang tsabit (dapat dijadikan hujjah) dalam permasalahan nitsar sebagaimana telah ditetapkan pleh para huffadz al-hadits –rahimahumullah-, dan ini cukup bagiku sebagai penjelasan pada permasalahan ini, walillahil minnah.

Kukatakan: Nikah termasuk dari perkara ibadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

((…وأتزوج النساء فمن رغب عن سنتي فليس مني))

“…dan aku menikahi wanita maka siapa yang benci sunnahku maka ia bukan dari golonganku” HR. Bukhari (5063) dan Muslim.

Al-hafidz Ibnu Hajar berkata di “Fathul Bari”: Telah berselisih (ahlul ilmi) pada permasalahan nikah, Asy-Syafi’iyyah berkata: nikah bukan perkara ibadah karenanya apabila seseorang bernadzar untuk nikah tidak terikat (tidak wajib memenuhinya), dan berkata Abu Hanifah nikah itu adalah ibadah, kalau diteliti maka keadaan yang disunnahkan padanya untuk nikah sebagaimana yang akan datang penjelasannya mestinya ketika itu menjadi ibadah, maka siapa yang menafikan (bahwa nikah itu adalah ibadah) melihat hakikat nikah itu sendiri dan siapa yang menetapkannya (sebagai ibadah) melihat keadaan tertentu.

Kukatakan: sementara An-Nitsar  telah datang hadits tentang itu tapi tidak shahih yaitu:

« إنَّمَا نَهيتكم عن نُهبة العسكر، فأما العرس فلا»

“Saya hanyalah melarang kalian dari hidangan tentara, adapun pernikahan tidak”

Maka siapa yang melakukan nitsar dengan berlandaskan hadits-hadits semacam ini, ketika itu menjadi bid’ah. Dan telah ditanya Lajnah Daimah: “Apakah kebiasaan melangsungkan akad nikah di masjid-masjid termasuk sunnah yang disukai ataukah termasuk bid’ah? Jawabannya: perkara pengesahan akad nikah di masjid-masjid dan selainnya adalah perkara yang luas menurut syariat, dan tidak ada satu dalil shahihpun setahu kami yang menunjukkan bahwa pengkhususan penyelenggaraannya di masjid-masjid adalah sunnah, jadi mengharuskan penyelenggaraannya di mesjid-mesjid adalah bid’ah.. dan berkata Lajnah Daimah sebagaimana di Majmu’ Fatawanya (18/113): Adapun akad nikah di masjid bukanlah sunnah, dan hadits yang disebutkan bukanlah hujjah –yaitu hadits: umumkanlah pernikahan ini dan selenggarakanlah di mesjid-mesjid…”

Kemudian ‘Arafat berkata: “Ibnu Abi Syaibah menulis dalam kitabnya “Al-Mushonnaf” (6/305) dalam kitab Al-Buyu’ wal Aqdhiyah bab: Fin Natsr Al-Jawz was Sukkar fil ‘Urs, lalu menyebutkan sejumlah atsar, di antara ulama ada yang membolehkan secara mutlak dan menganggap hal itu boleh-boleh saja seperti Hasan dan Sya’bi, dan ada yang menganggapnya makruh seperti  ‘Iqrimah, ini menunjukkan bahwa permasalahan ini –yaitu An-Natsr dalam pernikahan- adalah perkara yang masyhur ma’ruf di sisi ulama.”

Kukatakan: Bukankah ini termasuk pemotongan, dan khianat ilmiyyah, bukankah Syaikh Yahya hafizhohulloh berkata di Tahqiqnya: (Berkata Al-Majdu dan Asy-Syaukaniy: Hadits ini telah dijadikan dalil atas hidangan nitsar perkawinan, ia berkata: dan telah diriwayatkan beberapa atsar tentang nitsar dan hidangannya, namun bukan sekarang waktu untuk menyebutkannya, dan sebagaian ulama berpendapat makruhnya menghidangkan nitsar, hal itu diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, Ibrahim An-Nakha’i dan ‘Ikrimah, mereka berdalil dengan atsar tentang pelarangan dari hidangan dan ini melingkup semua yang dinamakan hidangan, tidak keluar dari keumuman ini kecuali dengan pengecualian yang benar dan layak. -selesai-

Kukatakan: Atsar-atsar yang diisyaratkan oleh Syaukani sebagiannya juga dinukilkan oleh ibnu ‘Abdil Bar di kitabnya “Al-Istidzkar” dengan nomor yang telah lewat, sebagiannya lagi disebutkan oleh Ath-Thahawi di “Syarh Ma’ani Al-Atsar” jilid 3 hal. 49-51” terbukti bahwa Syaikh Yahya tahu atsar-atsar tersebut dan menjelaskan kedudukannya dan kedudukan hadits-hadits yang berkaitan dengannya, hasilnya tidak satupun yang shahih pada permasalahan ini, hanya saja kalian itu adalah orang-orang yang suka mendatangkan kedustaan dan kebatilan.

‘Arafat berkata: dan Al-Hajuri berkata dalam kitabnya “Al-Mafhum Ash-Shahih littaisir fi hadyi Al-Basyir An-Nadzir” hal. 25: “Pernikahan yang dinamakan di sisi orang-orang barat Nikah “Farnad” dengan bahasa ‘ajam wallahul musta’an, dan di sisi kaum muslimin mereka membikinkan nama “Nikah Mudah” –katanya- yang hakikatnya adalah seseorang mungkin dia akad dengan wanita meskipun dia tidak punya rumah dan tanpa pengumuman nikah dan tanpa pengurusan, tidak mesti tinggal bersamanya, dan memdidik anak-anak, tidak sama sekali dari keharusan-keharusan nikah, allahumma melainkan sebatas akad, ini adalah pernikahan yang muhdats dalam agama Allah ta’ala.”

Kukatakan: Semoga Allah membalas Syaikh dengan pahala kebaikan atas pengingkaran beliau terhadap perkara nikah yang muhdats ini, dan segala kemungkaran yang kalian (wahai hizbiyyin) tidak melakukan sebagian (dari mengingkari) apa yang telah diingkari oleh Syaikh dari kemungkaran-kemungkaran, adapun keberadaan beliau mengatakan tentang hal tadi adalah muhdats, apa faidahnya kamu menulis kritikan terhadap beliau di sini? Bukankah ini sebagai realisasi dari kebiasaanmu suka berdebat terhadap sesuatu yang tidak bermanfaat dengan maksud memaksakan kesalahan pada perkara usul.

Arafat berkata: Asy-Syaikh Al-Baihani -semoga Alloh mengampuninya- tersalah terhadap Al-Aqro’ bin Habis di dalam kitabnya yang berjudul Ishlahul Mujtama’, akan tetapi Al-Hajuri tidak mengingkari kesalahan tersebut di dalam catatan kakinya yang berjudul Al-Luma’ hal. 544, dimana Al-Baihani berkata: Al-Aqro’ bin Habis adalah laki-laki yang mempunyai sifat kasar dan keras hatinya. Dan penulis Al-Luma’ tidak  memberi komentar terhadapnya dengan sepatah katapun.

Aku (Husein) katakan: Asy-Syaikh Yahya hafizhohulloh telah membela Abu Dzar rodhiyallohu ‘anhu di dalam kitab Al-Luma’ hal. 565-567 dan para sahabat yang lain. Dimana kesalahan yang terjatuh di dalamnya Al-Baihani yang perlu dikomentari terluput dari beliau, sebagaimana pula beliau terluput dari memberi komentar yang selainnya dari kesalahan-kesalahan di dalam kitab beliau ini pada edisi tersebut. Maka kenapa dipikulkan kesalahan orang lain kepada beliau!!. Ditambah dengan semangat semangatmu (Arofah) untuk mendatangkan kedustaan bahwa beliau telah melakukan demikian dan demikian. Sampai akhirnya semangatmu yang jahat itu yang telah kamu curahkan mengantarkanmu kepada suatu kesimpulan bahwasanya Asy-Syaikh Yahya hafizhohulloh mempunyai suatu manhaj yang berbeda dengan manhaj ahlussunnah yang berkenaan dengan para sahabat rodhiyallohu ‘anhum. Kamu telah menghabiskan waktu yang panjang selama tujuh bulan beserta orang orang yang sepakat denganmu untuk menulis tiga puluhlima halaman demi memperkuat hasrat syaithon. Dengan penuh harapan agar keinginanmu dalam menebar fitnah ini tercapai dengan gambaran yang bagus (menurut anggapanmu).

Arafat berkata pada pasal yang ke tiga belas: Berlebih-lebihan dalam menghukumi seorang yang menyimpang walaupun dia adalah seorang alim.

(Dia berkata): Al-Hajuri dan pengikut-pengikutnya ikut andil bersama ahlul bid’ah di dalam mencela para ulama’ dan para penuntut ilmu yang mulia. Maka jadilah sebagian penyimpangan tersebut batu loncatan untuk mencela ahlussunnah, disertai dengan kegembiraan terhadap celaan dan caci maki kepada ulama’ dan masyaikh kami tersebut.

Aku (Husein) katakan sebagaimana perkataan seorang penyair:  (رمتني بدائها وانسلت) dia melemparkan penyakitnya kepadaku lantas melarikan diri. Intinya, tuduhan tuduhan ini tidak lain hanya merupakan tuduhan yang kalian ada-adakan terhadap syaikh kami dan terhadap Darul Hadits Dammaj yang kemudian dinukil oleh situs Al-Atsari dan situs Abul Hasan serta juru fitnah lain yang seperti kalian.

Arofat berkata: Berkata Al-Hajuri -sebagaimana terekam dalam suaranya- terhadap syaikh ‘Ubaid hafidhohulloh : Demi Alloh, ditakutkan atasnya terjatuh dalam kezindikan atau bahkan keluar dari agama jika dia menentang agama ini dan jika dia tetap berada dalam kedustaan ini. Hal ini tidaklah mustahil karena Alloh taala berfirman:

$£Jn=sù (#þqäî#y— sø#y—r& ª!$# öNßgt/qè=è% 4 ª!$#ur Ÿw “ωöku‰ tPöqs)ø9$# tûüÉ)Å¡»xÿø9$# ÇÎÈ    

Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.(QS Ash Shoff:5)

            Mungkin ada yang bertanya: Apakah sampai separah ini keadaan Al-Hajuri sehingga dia menuduh orang yang menyelisihinya dengan seperti itu.

Aku (Husein) katakan: Alloh ta’ala berfirman:

(#qãZÏBr’sùr& tò6tB «!$# 4 Ÿxsù ß`tBù’tƒ tò6tB «!$# žwÎ) ãPöqs)ø9$# tbrçŽÅ£»y‚ø9$# ÇÒÒÈ

Maka Apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. (QS Al-A’rof:99)

Dan salah satu sebab menyimpangnya hati adalah menentang al-haq. Alloh ta’ala berfirman:

(#qè%rä‹s?ur uäþq¡9$# $yJÎ/ óO›?Šy‰|¹ `tã È@‹Î6y™ «!$# ( ö/ä3s9ur ë>#x‹tã ÒOŠÏàtã ÇÒÍÈ

“Dan kalian rasakan kejelekan disebabkan kalian menghalangi (manusia) dari jalan Allah; dan bagimu azab yang besar.” (QS An-Nahl:94)

“Ì“ôfuZy™ tûïÏ%©!$# tbqèùωóÁtƒ ô`tã $uZÏG»tƒ#uä uäþqߙ É>#x‹yèø9$# $yJÎ/ (#qçR%x. tbqèùωóÁtƒ ÇÊÎÐÈ

“Kelak Kami akan memberi Balasan kepada orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Kami dengan siksa yang buruk, disebabkan mereka selalu berpaling.” (QS Al-An’am:157)

Maka Syaikh Yahya hafizhohulloh takut apabila  Ubaid terjatuh dalam hal tersebut disebabkan ulahnya dalam menebar fitnah dan membela kebatilan, mendorong orang untuk menjauhi tolabul ilmi di Darul Hadits Dammaj dan juga karena fatwa-fatwanya yang batil. Ditambah lagi pembelaan dia terhadap para hizbiyyin di Jami’ah Islamiyah dan di Fuyusy, membolehkan untuk ikut pemilu, banyak mencaci maki dan menyakiti, jauh dari alhaq dan sebab-sebab yang lain.

Apakah seluruh kejahatan-kejahatan ini di sisimu, wahai Arofat, aman pelakunya dari makar Alloh sehingga Alloh tidak memalingkan hatinya selama Alloh tidak menyelamatkannya dengan rahmat-Nya?

Dan mengapa kamu lalai dari  kejahatan-kejahatan Ubaid ini sehingga kamu hanya mengambil perkataan syaikh Yahya ini sebagai celaan? Apakah kamu tahu keadilan? Ataukah kamua hanya sekedar tawanan hawa nafsu sebagaimana yang terliahat dari ulahmu. Kemarin kamu berjuluk Barmaki sekarang Arofat. Semoga Alloh menghitamkan wajahmu wahai orang yang banyak memakai julukan dan berganti wajah dan rupa.

Arofat berkata : Pada hari ini aku katakan : “adapun sebab dari ini semua bahwa Al Hajuri berkeyakinan bahwa seseorang yang berbicara tentangnya dan menentangnya maka akibat baginya adalah kehinaan di dunia dan di akhirat sebagaimana berkata Al Hajuri di kaset yang berjudul “Taujihat wan Nasho-ih” : ” aku katakan dengan terus terang : semoga musibah menerpa orang-orang yang ingin menentang Dar ini (darul hadits Dammaj), semoga saja musibah menimpanya, benar ini.

Aku katakan (Husein) : “Pertama aku akan menyebutkan kepadamu hadits qudsi : ((barangsiapa meyakiti penolong-penolongKu maka Aku izinkan untuk memeranginya)), yang kedua, perkataan Syaikh terhadap darul hadits ini dan penentangan terhadap Dar ini, dan barangsiapa yang menentang Dar ini maka Alloh menghinakannya di dunia dan di akhirat :

Dar ini –Alhamdulillah- adalah Darul ilmi Dar para penghapal-penghapal Alqur’an, tauhid, sunnah dan ibadah kepada Alloh ‘Azza wa Jalla di atas ilmu dan Dar yang paling baik di mata orang yang tidak rusak matanya, maka perkataan beliau “semoga musibah menerpa orang-orang yang ingin menentang Dar ini” ini adalah perkataan yang shohih. Dan barangsiapa yang ingin menghalangi dari Dar ini maka dia telah menghalangi dari sesuatu yang baik, dan ini adalah sifat dari orang-orang munafiq, Alloh Subhanahu wa Ta’ala berkata :

﴿اتَّخَذُوا أَيْمَانَهُمْ جُنَّةً فَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّهُمْ سَاءَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴾

“Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya Amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan”. (QS.Al Munafiquun: 2).

Ini adalah musibah dan dosa, Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan menghinakan pelakunya atau timbangan-timbangan amalmu terbalik tumpah di hadapanmu, apakah kamu tidak mendengar perkataan Syaikh Robi hafizhohulloh: “(Dar ini) adalah sebuah benteng dari benteng-benteng islam ” dan berkata Muhammad  bin AbdulWahhab Alwushobi sebelum kalian menjadikan dia terfitnah dengan cara-cara sihir kalian dan makar-makar fitnah yang kalian lakukan “barangsiapa yang berbicara jelek tentang Dammaj maka dia telah berbicara jelek tentang Islam”, yaitu di Dammaj dipelajari di dalamnya agama Islam yang shohih dan di paparkan kepada ummat, apakah berbicara jelek tentang Islam dan orang-orang yang memikulnya tidak  ada artinya di sisimu !!? dan tidak ada musibah atas pelakunya!!? Dan dia tidak tertimpa kehinaan?.

            Arofat berkata :”bahkan dari keghuluan Al Hajuri, dia berprasangka bahwa belajar satu tahun di sisinya di dammaj menyamai sepuluh tahun belajar di sisi selainnya, Al Hajuri berkata sebagaimana di Kanzutstsamin jilid 5/hal 245 (oleh karena itu kamu mendapatkan orang yang tinggal di sini (Di Dammaj di sisi Alhajuri) seorang mujtahid selama satu tahun, maka sesungguhnya satu tahun di sisinya menyamai sepuluh tahun di tempat lain.

Saya katakan : perkataan ini adalah dipotong oleh penjahat yang bernama Arofat, di mana nash aslinya sebagai berikut : (adapun ditinjau dari kesinambungan belajar setiap hari maka –setahu kami- tidak didapati selain di markas-markas ahlussunnah yang ada di Yaman, dan ini tidak bisa diingkari, oleh karena itu kamu mendapatkan orang yang tinggal di sini  seorang mujtahid (ya’ni orang yang bersungguh-sungguh mencurahkan daya untuk menimba ilmu) selama satu tahun, maka sesungguhnya satu tahun di sisinya menyamai sepuluh tahun di tempat lain. Dan didapatkan hasil ilmiah yang berharga dari Alqur-an berupa hapalan dan pemahaman, dan dari sunnah, bahasa arab, fiqih, aqidah, usul….dan selainnya).

Dan teks kalam Syaikh ini sangat jelas sekali, bahwasanya tidak didapati pada suatu tempat yang berkesinambungan belajar setiap hari selain di markas-markas sunnah di Yaman dan terkhusus lagi untuk seorang mujtahid.

Berkata Imam Muqbil rodhiallohu ‘anhu di “Al-fawakihul Janniyyah hal 139″ :” alhamdulillah ilmu sekarang ini menjadi dipermudah bagi ikhwan kita untuk mencari ilmu, barangsiapa yang telah duduk bersama kita kira-kira satu tahun setengah, maka dia sekarang sudah bisa bahas di maktabah, dia mampu untuk mentakhrij atau menulis tulisan sendiri atau berdakwah di jalan Alloh. Dan beliau berkata juga : tholabul ilmi di sisi kami di Dammaj, tinggal di Yaman sekitar dua atau satu tahun setengah dia sudah menjadi seorang penulis. Sungguh benar perkataan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam ketika beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam  berkata :

((الإِيمَانُ يَمَانٍ وَالْحِكْمَةُ يَمَانِيَةٌ و الفقه يمان))

“Iman adalah Yaman dan hikmah adalah Yaman dan fiqih adalah Yaman”.

Aku mengetahui Universitas-Universitas yang pengunjungnya ribuan, akan tetapi tidak melahirkan seperti madrosah kita yang dia ada di hadapan ahlulkhoir, yaitu tholabul ilmi –Alhamdulillah-, saya memaksudkan dari ini bahwasanya ini adalah mencocoki perkataan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam :

((الإِيمَانُ يَمَانٍ وَالْحِكْمَةُ يَمَانِيَةٌ))

“Iman adalah Yaman dan hikmah adalah Yaman”

Barangsiapa mendustakan ini maka cobalah datang ke Dammaj, dan anak-anak kami siap membantu dalam ujian –Alhamdulillah-, dan kitab-kitab anak-anak kami yang tersebar di seluruh negri islamiyah adalah sebuah kebanggaan bagi kalian wahai penduduk yaman.

Saya katakan: dan semisal ini juga perkataan Syaikh Robi bahwa satu tahun di Dammaj menyamai empat tahun pada selainnya, atau semisal perkataan ini, apakah ini merupakan ghuluw??! Atau dikarenakan mereka sebagaimana perkataan Syaikh Robi terhadap Dammaj “siang dan malam mereka berkecimpung di dalam ilmu. Tidak ada di sisi mereka ijazah dan tidak pula perayaan-perayaan dan selainnya, akan tetapi ilmu siang dan malam, bermacam-macam ilmu yang mereka pelajari, seperti alhadits, tafsir, fiqih, nahwu dan selainnya dari ilmu-ilmu islam –barokalloohu fiikum- waffaqohumulloh, begitu juga selainnya dari markas-markas yang ada padanya semangat dan usaha keras dalam menyebarkan dakwah…seluruhnya tegak di atas metode salaf berupa zuhud dan waro’ dan ‘iffah di atas metode salafushsholih). Selesai

Tidaklah semua itu –setelah pertolongan Alloh – kecuali dikarenakan usaha keras mereka dan kesungguhan mereka di dalam ilmu siang dan malam, dan disetiap waktu, kenyataan telah membuktikan, dan barokah adalah dari Alloh, dan tidaklah nikmat Robbmu itu terhalangi.

Arofat berkata : dan termasuk kebohongan Al Hajuri terhadap Syaikh kami Ubaid yaitu perkataannya : “Hizbi yang dipenuhi dengan kebodohan, perkataannya seperti kentut wanita tua (perkataan yang tidak berarti), dungu, tidak menolong Alhaq, buta mata hatinya, merusak dakwah salafiyah, manusia yang jatuh bobrok”.

Aku katakan (Husain) : Ubaid Al Jabiri adalah seorang yang zholim, fajir, melakukan hizbiyah bersama para hizbiyyin, fitnahnya tidak tersembunyi bagi orang yang mengetahui perkataannya yang jelek, Alloh ‘Azza wa Jalla berkata :

 žw =Ïtä† ª!$# tôgyfø9$# Ïäþq¡9$$Î/ z`ÏB ÉAöqs)ø9$# žwÎ) `tB zOÎ=àß 4 tb%x.ur ª!$# $·è‹Ïÿxœ $¸JŠÎ=tã ÇÊÍÑÈ    

“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”

Lihatlah muqoddimahnya yang zholim pada lembaran-lembaran tulisanmu ini, Ubaid adalah hizbi zholim, dan ayat ini adalah sebuah bantahan terhadap Ubaid dan perkataan-perkataannya dan perbuatan-perbuatannya, sama saja dia atau si Wushobi atau seluruh orang-orang yang melakukan kezholiman.

Ç`yJsù 3“y‰tGôã$# öNä3ø‹n=tæ (#r߉tFôã$$sù Ïmø‹n=tã È@÷VÏJÎ/ $tB 3“y‰tGôã$# öNä3ø‹n=tæ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# yìtB tûüÉ)­FßJø9$# ÇÊÒÍÈ  

“Oleh sebab itu Barangsiapa yang menyerang kamu, Maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa”.

Maka diamlah wahai pendamping Ubaid atau selainnya, sangat baguslah perkataaan seorang penyair berikut ini :

“Maka berapa banyak harta yang berlebihan, memukul leher-leher para tokoh dan memperbudaknya.”

Dan sisa dari permasalahan adzan awal yang telah dijelaskan oleh Al-akh Fadhil Yasir Al Jalijaly hafizhohulloh, dan permasalahan Al-Jami’ah Al-Islamiyah telah dia bantah sebelumnya dan dia telah menjelaskan bahwa pada permasalahan-permasalahan ini ada pemotongan-pemotongan kalimat yang sangat jelas darimu dan juga makar yang jelas darimu, maka bagi Alloh segala pujian.

Dan pada dua hari terakhir ini kami telah mendatangkan bantahan terhadap apa-apa yang diajukan oleh seorang pembohong ini yang memiliki kuniyah yang banyak, untuk kemarin si Barmaky dan untuk hari ini si Arofat, sebagaimana yang diketahui dengan qorinah-qorinah di antara perkataan-perkataannya dan tulisan-tulisannya dibawah laqob “Barmaki” atau di bawah nama “Arofat”, Alloh Subhanahu wa Ta’ala berkata :

4 (#qè=uHùå$# $tB ôMçGø¤Ï© ( ¼çm¯RÎ) $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÅÁt/ ÇÍÉÈ  

“perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.(QS.Fshilat 40).

Maka gagallah apa-apa yang telah ia perbuat selama tujuh bulan, yang mana ia berkata : Arofat telah menulisnya pada tanggal (25-12-1430 H), kemudian kamu menambah pada tulisan itu tambahan-tambahan yang banyak dan kamu menyelesaikannya pada tanggal (9-7-1431H), Alloh Subhanahu wa Ta’ala berkata kepada ahlul fitnah dan fajir

z`ƒÏ%©!$#ur tbrãä3ôJtƒ ÏN$t«ÍhŠ¡¡9$# öNçlm; Ò>#x‹tã ӉƒÏ‰x© ( ãõ3tBur y7Í´¯»s9ré& uqèd â‘qç7tƒ ÇÊÉÈ

“Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras. Dan rencana jahat mereka akan hancur”.

Alhamdulillah

Ditulis oleh Abu Mus’ab Husain bin Ahmad bin Ali Alhajuri

Yaman-Sho’dah-darulhadits di Dammaj

Pada tanggal (14 Rojab 1431 H)


*Jilid pertama baca di http://aloloom.net/vb/showthread.php?t=8329

[1] Sebagaimana ini juga dikatakan oleh Mas’ud bin Abshar mukim bagan batu.

[2] Kalimat makian dari orang Arab.

[3] Nitsar adalah hidangan makanan kecil (sejenis manis-manisan, kismis dan sejenisnya) yang biasa di siapkan oleh sebagian orang awam sebelum menyelenggarakan akad nikah mereka mengharuskan hidangan tersebut ketika akad -pent.

Tinggalkan komentar